Saya adalah seorang ibu baru, ya walaupun tidak terlalu baru juga sih, karena anak saya, K, akhir tahun ini akan berumur sembilan tahun. Sebagai orang tua baru, pengalaman saya dalam mendidik anak masih seumur jagung, saya masih harus terus belajar agar bisa mendidik anak saya dengan baik. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para orang tua di era kekinian seperti sekarang ini adalah penggunaan gawai, televisi dan internet oleh anak yang tidak dapat kita hindari. Saat ini, K, anak saya duduk di kelas tiga SD dan sejak kelas dua, K sudah harus bisa mencari referensi untuk pelajaran sekolahnya lewat internet, yang artinya saya harus membiarkan K untuk menggunakan laptop saya dan berselancar di dunia maya demi mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Kegiatan ini kami lakukan berdua, selain kami bisa langsung berdiskusi tentang informasi yang didapatkan, juga bisa menghindari K menggunakan laptop untuk hal di luar kebutuhan sekolahnya.
Gawai, televisi dan internet memang bisa membantu anak-anak untuk mendapatkan informasi yang bisa menambah pengetahuan mereka. Di usia yang belum genap sembilan tahun, K mampu menjelaskan kepada saya apa itu Segitiga Bermuda yang ternyata dia ketahui dari salah satu program di Dicovery Channel. Atau bagaimana K bisa tau bahwa beluga adalah seekor paus waktu saya sampaikan bahwa pesawat Airbus terbaru diberi nama Beluga. Selain dampak positif yang bisa anak-anak kita dapatkan melalu gawai, televisi dan internet, terdapat juga dampak negatif seperti anak yang jadi kecanduan bermain gawai, atau seharian menghabiskan waktu di depan telivis, atau anak mendapatkan kosa kata baru yang tidak layak untuk diucapkan. Untuk menghadapi dampak negatif seperti ini, peranan orang tua sangat dibutuhkan.
"Anak adalah peniru ulung" dan hal ini seringkali tidak disadari oleh orang tua. Sebelum kita menyalahkan anak-anak yang kecanduan bermain gawai atau menonton telivisi, kita harus bercermin terlebih dahulu. Apakah sehari-hari kita lebih tekun menatap layar smartphone ketimbang bermain bersama anak? Atau lebih memilih menghabiskan waktu untuk maraton menonton drama Korea? Bila jawabannya adalah iya, jangan salahkan anak kita yang kecanduan bermain smartphone atau duduk manis berjam-jam di depan televisi. Selain anak akan meniru apa yang kita lakukan, anak juga akan merasa diabaikan dan hal ini pernah diungkapkan langsung oleh K kepada saya.
"Nyanya, boleh gak taruh dulu hapenya?" pintanya setelah cukup lama berada di samping saya tanpa saya hiraukan.
Walaupun saya menggunakan smartphone untuk bekerja, karena saya membuka kelas online fotografi, tapi di mata K, yang saya lakukan adalah terus bermain hape dan tidak menghiraukan dia. Sejak saat itu dan ditambah membaca artikel Lupakan Gadget Saat Bersama Anak, saya selalu berusaha untuk menaruh gawai di saat bersama K dan mengganti jadwal mengajar online di pagi hari saat K sedang bersekolah.
K saya izinkan untuk memakai gawai setiap akhir pekan, Sabtu dan Minggu dengan pembatasan waktu masing-masing 2 jam, namun pada prakteknya, K akan menghabiskan harinya dengan bermain gawai. Apabila saya tegur untuk berhenti bermain gawai, maka K akan berpindah untuk duduk diam di depan televisi. Hal ini seringkali membuat saya senewen dan akan berakhir dengan suara keras karena kesabaran saya habis. K akan berhenti main atau menonton televisi untuk kemudian masuk ke kamar karena marah. Saya merasakan bila saya marah, K akan semakin jauh dari saya, bahkan dia akan lebih melanggar lagi peraturan yang saya buat, seperti misalnya sembunyi-sembunyi bermain hape milik tantenya. Hal ini membuat saya sedih dan kecewa, sampai suatu hari saya berkesempatan mengajaknya makan ke luar dan berbicara dari hati ke hati.
"Aku itu di rumah kesepian, gak ada orang yang bisa aku ajak main, jadinya aku lebih seneng main hape atau nonton TV" ungkapnya.
K memang anak tunggal dan dia tidak banyak bermain dengan teman-teman di lingkungan rumah karena menurut K, teman-temannya suka mengucapkan "kata-kata parah". Saya jelaskan bahwa bermain hape atau menonton televisi terlalu banyak itu tidak baik, karena K akan kurang bergerak. Saya jelaskan apa akibat dari kurang bergerak seperti yang ditulis dalam artikel Jangan Biarkan Anak "Mager" ini. K juga saya ikutkan kursus berenang yang ternyata membuat K banyak mengenal teman-teman baru yang menurutnya menyenangkan dan saya mengizinkan K untuk bermain bersama teman-teman barunya setelah latihan renang selesai. K juga minta untuk diizinkan bermain selepas mengaji bersama teman-teman mengajinya. Ternyata setelah saya memberikan izin, K malah lebih disiplin dan bertanggung jawab. Bila K ingin menambah waktu bermain di kolam selama 30 menit, K akan berhenti setelah saya ingatkan waktunya telah habis.
Interaksi K saat ini dengan gawai dan televisi juga lebih terkontrol. Bila K meminta bonus tambahan waktu saat bermain gawai atau menonton televisi dan saya penuhi, saat waktu sudah selesai, K akan berhenti dengan sendirinya. Waktu saya tanya, kenapa sekarang selalu memenuhi janji, jawabnya:
"Kan aku sudah janji sama nyanya"
Memberikan kepercayaan kepada K ternyata telah membuatnya belajar untuk menepati janji tersebut, K juga merasa dihargai dan dipercayai. Kebiasaan untuk meletakkan gawai di saat bersama K juga membuatnya lebih banyak bercerita tentang teman-temannya di sekolah, tentang cita-citanya dan tentang apapun yang menarik perhatiannya. Kualitas hubungan saya dan K menjadi jauh lebih baik. Semoga ini adalah langkah awal yang baik bagi saya, si ibu baru, dalam mendidik K di era kekinian ini.
(Catatan: Ini adalah tulisan lama yang tersimpan dalam draft)
No comments :
Post a Comment